Wednesday, January 29, 2014

"Tidak Heran Bencana di Indonesia Terjadi Terus-menerus"

Selasa, 28 Januari 2014 | 15:16 WIB 
JAKARTA, KOMPAS.com — Bencana yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia dinilai karena eksploitasi sumber daya alam (SDA). Eksploitasi alam yang dilakukan selama bertahun-tahun tanpa memikirkan keseimbangan ekosistem telah membuat alam Indonesia menjadi rentan terhadap bencana.

Aktivis lingkungan hidup, Chalid Muhammad, menjelaskan bahwa eksploitasi alam sudah terjadi sejak zaman Presiden Soekarno dulu. Namun, menurut dia, eksploitasi alam menjadi semakin parah pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"SBY pernah menitikkan air mata pada saat memberikan lahan sebesar 2 hektar secara historis kepada petani. Tapi air mata itu patut diragukan. Pasalnya, kita harus hitung berapa juta hektar tanah yang diberikan kepada pengusaha," kata Chalid dalam diskusi di Soegeng Sarjadi Syndicate, Jakarta, Selasa (28/1/2014).
Chalid menjelaskan, menurut data yang didapatkannya dari Sawit Watch, hingga Juni 2010, pemerintah SBY telah memberikan 9,4 juta hektar tanah kepada 30 grup yang mengontrol 600 perusahaan. Luas itu setara dengan tanah yang dikuasai oleh 26,7 juta petani miskin, jika setiap petani memiliki tanah seluas 1 hektar.
Dari data itu saja, menurutnya, pemerintahan SBY telah melakukan pembiaran terhadap eksploitasi alam yang dilakukan oleh pihak swasta. Belum lagi, eksploitasi alam di sektor lainnya, seperti pengerukan minyak dan gas bumi di berbagai daerah.
"Makanya tidak heran kalau bencana di Indonesia terjadi terus-menerus. Alam tidak bisa lagi bertahan dengan eksploitasi yang dilakukan. Begitu hujan sedikit, langsung banjir. Begitu kemarau, langsung kebakaran," lanjut Chalid.
Ironisnya, tambah dia, pengerukan alam secara besar-besaran itu tidak juga berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Daerah-daerah yang menjadi target eksploitasi justru menjadi daerah yang miskin dan sulit berkembang secara ekonomi.
"Namun, hal ini juga tidak berdampak pada kesejahteraan, tetapi malah kemiskinan. Kita lihat Papua yang dikuasai Freeport, tetapi angka tertinggi kemiskinan ada di Gunung Tengah Papua. Begitupun dengan Kalimantan, di Kutai Kartanegara itu, kemiskinan sangat tinggi, padahal jadi lokasi pengerukan migas," pungkasnya.